Ibu adalah sosok yang paling
dekat dengan kita. Bagaimana tidak? Ibu selalu ada ketika kita butuh. Tak peduli
betapa lelah tubuhnya, ketika kita panggil, ia selalu datang. Pernahkah kita
berpikir apa jadinya bila tak ada sosok ibu di dunia? Akan seperti apakah kita?
Bisakah kita seperti ini tanpanya?
Coba ingat-ingat kembali kapan
kita mulai mengenalnya dan mencintainya? Tentu kita tak pernah tau. Sesaat setelah
lahir? Yakinkah kita bahwa sesaat setelah kita lahir sudah bisa mengenali ibu? Tentu
tidak.
Ingatkah saat kita berada di
dalam rahimnya? Tentu tidak. Jangankan ingat, saat di rahim saja pasti kita
tidak tahu apakah kita hidup atau mati. Kita tidak tahu siapakah kita ini. Begitupun
ibu. Ia sama sekali tak mengenal kita saat ia mengandung. Tapi dia telah menyayangi
kita. Tak peduli buruk atau ayunya wajah kita. Tak peduli lengkapkah raga kita.
Ada pepatah “Tak kenal maka
tak sayang”. Namun pepatah itu tak berlaku bagi ibu yang sedang mengandung. Ibu
tak tahu siapa nama kita. Tak tahu bagaimana rupa kita. Tapi ibu sering
membelai kita walau harus terhalang oleh tebalnya kulit perutnya.
Sesaat setelah kita lahir, ibu
menyiapkan nama-nama yang indah untuk kita. Di nama itu terselip doa untuk
kita. Ibu merelakan ASInya untuk kita. Ibu rela terbangun tengah malam hanya
untuk mengganti popok kita. Di hatinya tak ada rasa khawatir apa yang terjadi
bila kita sudah dewasa nanti. Ibu tak peduli apakah kita akan menghormatinya
jika kita sudah dewasa. Hanya harapan-harapan kecil yang dipanjatkan pada-Nya
agar kita menjadi manusia yang senantiasa indah dalam akhlak.
Diciumnya kening kita. Pelan dan
sangat lembut. Karena ia takut melukai kulit kita yang masih sensitif. Dalam hatinya,
ia bangga. Ia telah menjadi ibu. Menjadi seorang wanita yang mulia.
Darinya kita terlahir. Karenanya
kita ada. Olehnya kita dirawat. Untuknya kita tumbuh. Dia adalah sosok yang
melahirkan generasi-generasi bangsa. Darinya seorang ilmuwan, polisi, dokter
dan siapapun di dunia ini terlahir. Kita ada karenanya.
Coba ingat-ingat kembali kapan
kita mulai mengenalnya dan mencintainya? Tentu kita tak pernah tau. Sesaat setelah
lahir? Yakinkah kita bahwa sesaat setelah kita lahir sudah bisa mengenali ibu? Tentu
tidak.
Ingatkah saat kita berada di
dalam rahimnya? Tentu tidak. Jangankan ingat, saat di rahim saja pasti kita
tidak tahu apakah kita hidup atau mati. Kita tidak tahu siapakah kita ini. Begitupun
ibu. Ia sama sekali tak mengenal kita saat ia mengandung. Tapi dia telah menyayangi
kita. Tak peduli buruk atau ayunya wajah kita. Tak peduli lengkapkah raga kita.
Ada pepatah “Tak kenal maka
tak sayang”. Namun pepatah itu tak berlaku bagi ibu yang sedang mengandung. Ibu
tak tahu siapa nama kita. Tak tahu bagaimana rupa kita. Tapi ibu sering
membelai kita walau harus terhalang oleh tebalnya kulit perutnya.
Sesaat setelah kita lahir, ibu
menyiapkan nama-nama yang indah untuk kita. Di nama itu terselip doa untuk
kita. Ibu merelakan ASInya untuk kita. Ibu rela terbangun tengah malam hanya
untuk mengganti popok kita. Di hatinya tak ada rasa khawatir apa yang terjadi
bila kita sudah dewasa nanti. Ibu tak peduli apakah kita akan menghormatinya
jika kita sudah dewasa. Hanya harapan-harapan kecil yang dipanjatkan pada-Nya
agar kita menjadi manusia yang senantiasa indah dalam akhlak.
Diciumnya kening kita. Pelan dan
sangat lembut. Karena ia takut melukai kulit kita yang masih sensitif. Dalam hatinya,
ia bangga. Ia telah menjadi ibu. Menjadi seorang wanita yang mulia.
Darinya kita terlahir. Karenanya
kita ada. Olehnya kita dirawat. Untuknya kita tumbuh. Dia adalah sosok yang
melahirkan generasi-generasi bangsa. Darinya seorang ilmuwan, polisi, dokter
dan siapapun di dunia ini terlahir. Kita ada karenanya.
0 komentar:
Posting Komentar