Dear Someone,
Aku masih ingat tanggal dimana kau bilang bahwa kau
mencintaiku. Aku bahkan ingat bagaimana uniknya dirimu menyatakan cinta padaku.
Aku merasa menjadi wanita paling bahagia saat itu. Bagaimana tidak? Caramu yang
berbeda ketika menyatakan cinta padaku, telah membuatku jatuh hati padamu
berkali-kali. Jatuh lebih dalam dari yang pernah aku rasakan sebelumnya.
Kau mungkin lupa. Lupa atau melupakannya itu tak penting
bagiku. Tapi aku bahagia saat itu. Aku tak ingin membuatmu menunggu dan memberi
kesempatan padamu untuk pergi sebelum aku menjawab. Lagi pula, aku pikir aku
tak butuh waktu untuk memikirkan jawabanku. Karena aku pikir, kaulah yang akan
menjadi terbaik dan terakhir.
Hari-hari penuh makna selalu kulalui. Kau tahu kenapa?
Karena dirimu. Aku bahagia. Aku tak merasa menyesal. Aku tak merasa kecewa. Dan
aku pikir, kaupun sebaliknya. Aku tak pernah memprediksikan bagaimana akhir
dari kisah kita. Yang ada dalam imajinasiku hanyalah betapa indahnya
hari-hariku kedepan yang akan kulalui dengan tetap bersamamu.
Tak ada kata yang sanggup melukiskan kebahagiaanku saat itu.
Aku merasa sempurna. Aku telah jatuh terlalu dalam. Sehingga aku lupa bahwa
orang yang paling membuatku bahagia adalah orang yang bisa menjadi paling
membuatku sakit.
Tiba saatnya dimana kau mulai menggores luka di hatiku. Tapi
kubiarkan karena hanya goresan kecil. Tapi kau terus menggoresnya tanpa
mempedulikan sakit yang aku rasakan. Apa kau masih mencintaiku? Tapi semakin
kutahan semakin menyakitkan. Akhirnya aku menjerit mengungkap segala
kesakitanku. Kau lalu meminta maaf padaku. Dan kau tahu? Maafmu itu telah
menutup goresan di hatiku. Tapi mungkin kau tak sadar bahwa aku masih merasa
sakit.
Tapi agaknya kau melupakan maafmu. Kau kembali menggoresnya.
Namun kali ini lebih berlahan dan bertahap. Aku tak tahu apa kau sengaja ingin
melukaiku? Semakin lama goresan ini semakin melebar dan akhirnya aku menjerit
lagi. Begitu seterusnya sampai aku lelah untuk menjerit sementara kau tak
pernah lelah untuk menggoreskan luka di hatiku.
Kau tahu, sampai aku menulis ini sakit itu tak pernah
berkurang. Mulai dari pertama kau melukaiku hingga akhirnya aku menjerit untuk
mengakhiri kisah kita. Kau tahu, ini terlalu sakit. Aku telah terjatuh terlalu
dalam. Dan kini aku susah untuk berdiri mendaki lagi. Itu sulit. Tapi mungkin
akan ada seseorang yang datang padaku mengulurkan tangannya untuk membantuku
berdiri dan bangkit. Siapapun dia, aku akan menunggunya.
1 komentar:
Maaf Dek.
Posting Komentar