Ada sebuah pertanyaan
yang selalu aku tanyakan pada diriku sendiri. Dan ironisnya, aku masih terlalu
bodoh untuk menjawab pertanyaan yang berkecamuk di pikiranku. “Siapa aku? Aku
ini apa? Untuk apa aku ada di sini?” Entah sejak kapan pertanyaan itu muncul
dan telah berapa lama aku mencari jawaban untuk pertanyaan itu.
Ada yang menyebut kaum
kami ini adalah manusia, makhluk yang paling mulia. Paling mulia? Aku tak yakin
dengan kalimat itu. Aku bahkan tak setuju. Pertanyaannya adalah “Jika aku tak
setuju bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, maka akupun tak mulia.”
Itu benar. Aku tak pernah merasa mulia. Bagaimana pantas dikatakan mulia jika
aku masih sering melakukan kebohongan kecil? Bagaimana pantas dikatakan mulia
jika makhluk yang katanya mulia di luar sana masih saling beradu argumen bahkan
saling melukai dan membunuh? Mulia dari sisi mana?
Aku ini tak tahu
apakah aku ini. Terkadang aku merasa bahwa aku ini hanya sebuah perwujudan dari
tulang, daging dan darah yang akan dikerubuti lalat jika aku tak bergerak. Aku
juga pernah berpikir bahwa aku ini seperti bulu yang berterbangan kesana-kemari
tak tentu arah. Hanya menurut dengan angin yang ingin membawaku entah kemana.
Terkadang aku berpikir bahwa aku ini seperti batu kecil di tengah jalan setapak.
Terkadang melukis goresan luka di telapak kaki orang lain dengan keberadaanku.
Terkadang orang menendangku karena ketidakbergunaanku ini.
Tapi aku bukan sampah
yang tak bisa didaur ulang. Karena Tuhan tak pernah menciptakan manusia untuk
menjadi sampah kecuali manusia itu sendiri menginginkan dirinya untuk menjadi
sampah. Ada tujuan mulia Tuhan menciptakan jutaan ingsan. Karakter manusia
memang berbeda. Bukankah akan lebih indah jika kita saling menggenggam tangan
satu sama lain dan bersama dalam menemukan siapa dan untuk apa kita diciptakan?
Lihatlah Tuhan Yang
Maha Kuasa, Dzat yang mampu menciptakan apapun yang ada di dunia. Kita adalah
makhluk mulia jika kita berjalan pada jalan yang memang seharusnya kita berada.
Terkadang di sebuah persimpangan kita sengaja berbelok ke jalan yang justru
akan menyesatkan kita. Tapi apa? Kita tak sadar bahwa kita telah tersesat.
Untuk apa Tuhan menciptakan kita sebagai teknologi yang tak pernah tertandingi
oleh teknologi yang kita ciptakan? Tuhan tak pernah menciptakan sesuatu dengan
sia-sia.
0 komentar:
Posting Komentar