Semua orang tahu bahwa aku termasuk anak yang berbakti. Aku
kuliah di sebuah PTN di kota. Orang tuaku tergolong orang yang mampu. Dalam
artian mampu memenuhi semua kebutuhan dan keinginanku.
Kehidupanku
berjalan biasa-biasa saja. Sampai akhirnya aku bertemu seseorang ketika aku
menunggu bus di halte. Mungkin karena aku pulang terlalu malam jadi bus tidak
ada yang melintas. Sampai berjam-jam aku menunggu bus. Tiba-tiba datang dua
orang yang menghampiriku.
“Mau
kemana Non? Malam-malam kok sendirian. Ikut kami yuk.” Kata salah seorang
tersebut.
“Enggak
Bang. Saya lagi nunggu bus.” Kataku tetap santai.
Mereka
mendekatiku dan mencoba menggangguku. Aku berteriak dan mencoba
memberontak. Tapi kurasa sia-sia saja. Secara kekuatan aku jauh lebih lemah dari pada mereka. Dan secara jumlah aku pun kalah.
memberontak. Tapi kurasa sia-sia saja. Secara kekuatan aku jauh lebih lemah dari pada mereka. Dan secara jumlah aku pun kalah.
Di
tengah kebingunganku, datang seorang laki-laki bermotor kemudian menolongku.
Dua orang yang menggangguku tadi pergi. Kemudian pemuda yang menolongku
menghampiriku dan memperhatikanku sejenak.
“Mbak
nggak apa-apa? Kok malem-malem masih di sini?” Tanya laki-laki tersebut
kepadaku.
“Aku
nggak apa-apa. Hanya shock saja. Aku tadi kemaleman pulang dari kampus. Makasih
udah nolongin aku. Kamu siapa?” tanyaku. Tubuhku masih berasa gemetar karena
kejadian tadi.
“Saya
Andi. Mbak sendiri siapa?”
“Namaku
Maya.” Jawabku singkat. Aku heran mengapa dia tidak menjabat tanganku.
Kemudian
Andi mengantarku pulang sampai ke depan rumahku. Sebelum aku masuk pagar, dia
memanggilku dan memberiku sedikit saran.
“Mbak
kalo boleh saya menyarankan, sebaiknya Mbak menutup aurat. Bukannya saya mau
mengatakan bahwa Mbak mengumbar aurat. Tapi alangkah baiknya jika Mbak mau
berhijab. Mungkin itulah alasan mereka tadi mengganggu Mbak.”
Aku
tidak menjawab. Aku hanya tersenyum sedikit padanya dan berlalu meninggalkan
dia yang masih di atas motornya sambil terus tersenyum memandangku. Namun aku
tak menghiraukannya. Aku tetap berjalan dan memasuki pintu rumah dan menutup
kembali tanpa menghiraukannya yang masih memandangiku.
Siang
itu aku berniat pulang kampus lebih awal karena badanku terasa demam. Masih di
area kampus aku berjalan dan kemudian seseorang menabrakku. Buku-buku orang
tersebut jatuh berserakan. Sementara aku sendiri jatuh tersungkur.
Orang
yang menabrakku membantuku berdiri. Aku memandanginya secara seksama. Begitu
pula dia. Ternyata orang yang menabrakku adalah Andi, orang yang kemarin malam
menolongku. Aku tak menyangka kami bertemu kembali.
Andi
mengajakku mengobrol di taman. Aku tak jadi pulang. Karena aku tiba-tiba merasa
lebih baik. Aku mengucapkan terima kasih kepada Andi karena telah menolongku.
Dia juga meminta maaf karena tadi telah menabrakku dan membuatku jatuh
tersungkur.
Ternyata
Andi adalah mahasiswa di kampus yang sama denganku. Dia mengambil jurusan
arsitektur. Sekarang dia sedang semester 5. Itu berarti dia adalah seniorku.
“Nggak
nyangka ternyata kita satu kampus. Tapi maaf ya aku harus ke kelas.” Katanya.
Lalu dia pergi meninggalkanku.
Sejak
aku berkenalan dengan Andi aku merasa ada yang berbeda. Dia adalah cowok
teralim yang pernah aku kenal. Dia selalu mengingatkanku untuk sholat. Aku tahu
setiap hari senin dan kamis dia berpuasa. Dan dia selalu mengucap salam ketika
sms ataupun telepon.
Andi
selalu bilang bahwa aku cantik. Namun akan lebih cantik lagi jika aku berhijab.
Yah, itulah kata Andi padaku ketika kita tak ada obrolan yang menarik untuk
diperbincangkan. Dan aku rasa aku telah jatuh cinta pada Andi.
Setiap
hari aku browsing di internet tentang ilmu-ilmu Islam. Termasuk perintah berhijab.
Aku mendownload juga beberapa video tutorial hijab untuk aku praktekkan nanti.
Dan aku setiap hari belajar betingkah anggun.
Pagi
itu aku berangkat ke kampus. Itu adalah hari pertamaku ke kampus dengan
menggunakan hijab. Awalnya semua orang memandangiku keheranan. Mungkin mereka
bertanya-tanya apakah aku sakit atau gila. Tapi bukan. Aku justru sadar dari
kegilaan karena cintaku pada Andi.
Saat
aku duduk di taman, Andi menghampiriku. Tak lupa ia mengucapkan salam kepadaku.
Ia tampak senang melihatku berhijab. Aku senang Andi menyukai penampilanku yang
sekarang. Aku berharap Andi juga mencintaiku.
“Kamu
terlihat semakin cantik menggunakan hijab itu, May.” Katanya padaku. Dia nampak
tercengang melihatku tersenyum padanya.
“Aku
ingin bertaubat. Aku ingin menjadi bidadari di surga nanti bila aku telah
tiada. Aku ingin terlepas dari jilatan api neraka yang akan menggores kulitku.
Aku ingin menjaga pandangan kaummu terhadapku.” Kataku.
Saat
kami asyik berbincang datang seorang cewek berhijab menghampiri kami. Cewek itu
tersenyum padaku dan pada Andi. Kemudian dia mengulurkan tangannya kepadaku dan
sambil tetap tersenyum.
“Namaku
Aini.” Katanya.
Aku
menjabat tangannya sambil menyebutkan namaku. Dia memang gadis yang cantik.
Jauh lebih cantik dari pada aku.
“Perkenalkan
ini kekasihku. Dia baru saja pulang dari kampungnya karena Ayahnya sakit. Dia
juga kuliah disini. Dia juga ambil fakultas ekonomi. Seperti kamu.” Kata Andi
Hatiku
terasa seperti dirobek ketika tahu bahwa Aini adalah kekasih Andi. Dan dia
kuliah dikampus yang sama dengan aku dan Andi. Aku merasa bahwa apa yang aku
lakukan buat Andi adalah sesuatu yang sia-sia belaka. Aku mencintainya saat dia
telah melabuhkan hatinya untuk cucu Hawa yang lain.
Secara
fisik memang Aini lebih menang dari aku. Secara IQ mungkin kami imbang. Secara
keimanan mungkin Aini lebih mengerti lebih jauh tentang Islam dari pada aku.
Namun secara material Aini kali ini kalah dari aku. Aini ternyata kuliah di
kampus itu karena beasiswa. Aini dari golongan keluarga kurang mampu.
Setelah
kejadian itu aku berusaha menghindar dari Andi. Aku nggak mau menyiksa diri
dengan membiarkan mata ini melihat Andi ataupun Aini. Aku ingin membunuh
perasaan yang tertanam dalam hati. Aku ingin melupakan siapa itu Andi dan siapa
itu Aini.
Namun
aku tak bisa menyalahkan Andi atau pun Aini. Aku tahu mereka saling menyayangi.
Mungkin aku adalah satu dari sekian banyak wanita yang pernah menyukai Andi.
Andi memang tampan, pandai, baik dan hidupnya pun berkecukupan. Pantas banyak
wanita yang menyukainya. Namun hanya Aini yang beruntung.
Siang
itu Aini mengajakku untuk makan bersama di sebuah restoran. Katanya dia ingin
berbicara sesuatu denganku. Entah apa yang ingin dia bicarakan. Apakah itu
tentang hubungannya dengan Andi? Atau dia ingin bercerita bahwa dia dengan Andi
sudah bertunangan? Ya Allah, sanggupkah aku jika mendengar tentang itu?
“Aku
ingin kamu tahu satu hal, May. Aku merasa bahwa Andi menyukaimu. Setiap aku dan
dia bertemu, dia selalu menceritakan tentang dirimu. Dan saat dia menceritakan
tentang dirimu, dia terlihat sangat bahagia dan bersemangat.” Kata Aini sambil
menggenggam tanganku.
“Kamu..
Kamu pasti bercanda. Enggaklah Andi suka sama aku. Dia bahagia memiliki kamu.
Aku nggak ada bandingannya bila dibandingkan dengan kamu. Percayalah bahwa Andi
hanya mencintaimu.” Kataku sambil melepaskan genggaman tangannya dari tanganku.
“Kamu
salah. Aku melihat dari mata kalian saat kalian berbicara. Aku ingin kamu tahu
bahwa aku besok akan ikut pamanku ke Kalimantan dan tinggal di sana selamanya.
Tidak mungkin aku akan terus menjalin hubungan dengan Andi. Aku mau kamu yang
menjadi penggantiku untuk Andi. aku yakin kamu orang yang tepat untuk Andi.”
katanya sambil pergi berlalu.
Aku
bimbang. Aku memang mencintai Andi. namun Andi tidak memiliki rasa yang sama
terhadapku. Rasa itu hanya milikku, bukan milik Andi pula. Walaupun aku tahu
Andi tidak lagi menjalin hubungan dengan siapapun tapi aku yakin Andi masih
mengharapkan Aini.
Aku sudah tidak berhubungan lagi dengan Andi.
kalaupun bertemu di kampus kami hanya berpapasan dan tersenyum. Rasanya hatiku
ingin merelakan dia. Namun terlalu sakit untuk membiarkan itu terjadi. Namun di
sisi lain, aku merasa diriku tidak pantas untuk Andi.
Hingga
suatu hari Andi mengajakku mengobrol di taman ketika kami bertemu di kampus.
Kami duduk berdua di taman. Dia terdiam sesaat sebelum mulutnya berkata.
“Maya,
aku mencintaimu. Aku mencintaimu sedari dulu aku masih menjalin hubungan dengan
Aini. Awalnya aku mengira ini hanya perasaan sesaat saja. Tapi aku salah, aku
mencintaimu. Ingin aku menjauhimu agar aku tidak menyakiti perasaan Aini. Namun
aku tak pandai menyembunyikan perasaan hingga akhirnya Aini mengetahui bahwa
aku mencintai kamu.”
“Aku
masih belum mengerti dengan semua ini.” Kataku.
“Aku
ingin kamu menjadi pengganti Aini di hatiku. Aku ingin kamu menjadi bidadari
surgaku. Aku ingin menjadi imammu kelak. Aku ingin menjadi ayah dari
anak-anakmu nanti. Aku ingin menamai mereka dengan nama indah yang tersirat doa
di dalamnya. Apakah kamu mau menikah denganku kelak?” Tanyanya sambil
mengeluarkan sebuah cincin dari dalam sakunya. Lalu ia memasangkan cincin itu
di jari manis tangan kiriku.
Aku
hanya mengangguk. Dan meneteskan air mata haru. Aku merasa aku telah menemukan
orang dimana aku nanti akan kembali padanya. Dan Andi berkata bahwa dia telah
menemukan tulang rusuknya.
0 komentar:
Posting Komentar