Aku
terus memandangi hujan yang turun melalui jendela kamar yang tertutup oleh
kaca. Jemariku menyentuh kaca itu. Terasa dingin di jariku. Padahal ini
seharusnya sudah memasuki awal musim kemarau. Namun hujan berintensitas sedang
masih sering turun.
Ku dengar
suara ponsel Wina berbunyi. Aku membalikkan badanku dan meraih ponsel tersebut.
Ada satu pesan dari orang bernama Angga. Aku baca pesan itu. “Sore Wina, lagi apa? Jaga kesehatan ya,
hujan masih sering turun walaupun seharusnya sudah memasuki musim kemarau.
Jangan lupa minum vitamin C.” itulah pesan yang aku baca.
“Ih,
Rena curang. Ngapain coba baca-baca pesan gue.” Kata Wina seraya merebut
ponselnya yang masih kupegang.
“Apaan
sih? Angga itu siapanya elo sih? Pacar ye?” tanyaku sambil agak cemberut.
“Kepo
banget sih. Bukan. Angga itu temen gue. Tapi gue suka sama dia. Dia perhatian
banget sama gue. Tapi dia nggak pernah bilang kalau dia suka sama gue. Itu yang
gue keselin.” Katanya sambil memberikan secangkir minuman coklat hangat padaku.
“Thanks. Tapi yang gue lihat dari sms dia sepertinya dia suka tuh sama lo. Buktinya dia perhatian sama lo. Sampai segitunya lagi.” Kataku seraya mengerutkan kening.
“Thanks. Tapi yang gue lihat dari sms dia sepertinya dia suka tuh sama lo. Buktinya dia perhatian sama lo. Sampai segitunya lagi.” Kataku seraya mengerutkan kening.
“Udah
deh. Nggak usah bahas dia. Gue punya komik Jepang baru. Mau baca nggak?”
katanya seraya mengambil komik yang berada di meja. Lalu menyerahkan komik itu
kepadaku.
Aku
berjalan di jalan yang sepi siang itu. Hujan masih turun dengan derasnya. Aku
menggunakan payung agar aku tidak basah. Jalan sepi, tak ada seorangpun yang
melintas. Aku tengok kanan dan kiriku. Hanya ada derai air hujan yang
menjatuhkan diri di jalan aspal itu.
Tiba-tiba
aku mendengar suara yang mengejutkan. Aku menoleh ke belakang. Aku melihat
seorang pria bersama motornya sudah tergeletak di jalan yang sepi. Aku berlari
ke arah orang tersebut. Aku membantunya berdiri dan menuntunnya berjalan menuju
kontrakanku.
Setibanya
di kontrakan aku menyelimuti pria tersebut dengan selimut hangat. Aku pergi ke
belakang untuk membuatkannya coklat hangat agar tubuhnya hangat dan tenaganya
kembali pulih. Aku menghampirinya yang sedang terbaring lemas di sofa. Namun
dia sudah sadar dan memandangi sekeliling.
“Sudah
sadar ternyata. Ini aku buatkan coklat hangat agar kamu nggak kedinginan lagi.”
Kataku seraya memberikan secangkit coklat hangat. Kemudian dia menerimanya dan
meminumnya.
“Terima
kasih. Namaku Yudha. Kamu siapa?” tanyanya seraya meletakkan cangkir yang
berisi coklat hangat ke meja.
“Aku
Renata. Kamu sudah nggak apa-apa kan? Sudah bisa jalan belum?” tanyaku.
“Aku
baik-baik saja. Aku bisa jalan kok. Cuma luka-luka kecil aja kok.” Katanya
sambil memeriksa kedua kakinya.
Lumayan
lama kami mengobrol. Ternyata Yudha orangnya asyik diajak bicara. Dia adalah seorang
mahasiswa di sebuah PTN. Umurnya hanya 2 tahun lebih tua dariku. Dan dia
tinggal tidak jauh dari kontrakanku. Hanya seperempat jam perjalanan
menggunakan motor.
Setelah
puas mengobrol dan badannya kembali pulih, Yudha berpamitan pulang. Sebelum dia
pulang, kami sempat bertukaran nomor ponsel. Dia juga berjanji akan sering main
ke rumahku atau mengajakku ketemu di luar rumah.
Siang
itu aku baru saja pulang dari kampus. Namun aku mampir ke rumah Wina. Katanya
Wina ingin curhat sesuatu padaku. Aku langsung menuju ke rumah Wina.
Sesampainya disana, aku langsung disambut oleh ocehan Wina. Lagi-lagi dia
bercerita tentang Angga.
Setelah
Wina puas curhat tentang Angga, giliranku curhat tentang Yudha. Wina nampak
sangat serius mendengarkan curhatku. Mungkin karena sudah lama aku tidak curhat
padanya tentang cowok yang dekat denganku. Yah, itu karena memang aku dulu
tidak punya teman dekat cowok.
Saat
aku curhat tentang Yudha kepada Wina, aku merasa bahwa aku memang benar-benar
jatuh cinta kepada Yudha. Sudah lama aku tidak merasakan jatuh cinta setelah
aku putus dengan pacarku dua tahun lalu ketika aku masih SMA. Sejak saat itu
aku ingin menutup pintu hatiku untuk siapa pun. Namun sekarang berbeda. Yudha
datang dan membawa kembali rasa itu. Rasa yang telah sekian lama menghilang.
Sore
yang cerah itu aku baru pulang dari kampus. Aku berjalan pulang menuju
kontrakanku. Kontrakanku sudah mulai terlihat pagarnya. Mungkin tinggal 100
meter lagi aku sampai. Lelah kurasakan di kakiku. Keringatpun membasahi sekujur
tubuh.
Aku
mengambil ponselku yang berbunyi dari tasku. Ternyata sms dari Yudha. “Renata, nanti malam bisa kan menemui aku di
restoran yang biasanya kita bertemu? Ada sesuatu yang perlu aku omongin ke
kamu. Usahakan datang ya, jam 7.” Begitulah sms dari Yudha.
Sesampainya
di kontrakan, aku langsung menjatuhkan diriku ke sofa. Sekitar beberapa menit
aku beristirahat. Kemudian aku mandi. Aku memilih gaun yang cocok yang akan
kukenakan saat nanti ketika aku menemui Yudha. Setelah semuanya siap baru aku
pergi ke restoran dimana aku dan Yudha berjanjian.
Aku
sampai di tempat yang aku tuju. Aku melihat disana telah ada Yudha. Aku segera
menghampiri Yudha. Saat itu melihatku, dia tersenyum sambil mempersilahkan aku
untuk duduk. Dia menarikkan aku kursi agar aku duduk. Dia terlihat romantis
sekali.
Setelah
aku duduk, Yudha memandangiku beberapa saat lamanya. Kemudian dia tersenyum
sambil meraih tanganku dan menggenggamnya. Aku merasakan jantungku berdegup
lebih kencang dari pada biasanya saat Yudha menggenggam tanganku. Aku berusaha
sekuat tenaga agar tidak terlihat gugup di depan Yudha.
“Re,
telah lama aku menyimpan perasaan ini kepadamu. Aku mencintaimu. Setiap malam
aku bertanya pada diriku sendiri. Apa gerangan yang terjadi padaku? Namun
sepertinya jawaban itu muncul ketika aku melihat matamu. Aku seolah menemukan
apa yang selama ini aku tanyakan pada diriku sendiri. Aku mencintaimu Renata.”
Kata Yudha seraya mencium punggung tanganku.
“Yudha,
aku juga mencintaimu. Sudah lama hatiku tertutup untuk siapa pun. Namun kamu
telah membuka kembali pintu hatiku. Aku merasa ada yang berbeda ketika aku
berada di dekatmu. Aku merasa kamu telah membawaku kembali kepada hidupku yang
dulu.” Kataku kepada Yudha. Mataku mulai berkaca-kaca. Namun aku berusaha untuk
tidak menangis di hadapan Yudha.
Sejak
malam itu aku resmi menjalin hubungan dengan Yudha. Aku sangat mencintai Yudha.
Begitu pula Yudha. Dia selalu memperhatikanku. Dia selalu mengingatkanku untuk
menjaga kesehatan. Terkadang dia juga membantuku untuk mengerjakan tugas
kuliahku. Hingga akhirnya aku menyelesaikan skripsiku dan aku wisuda.
Aku
mengundang Yudha dan kedua orang tuaku untuk datang ke acara wisudaku. Aku juga
ingin memperkenalkan Yudha kepada orang tuaku dan kepada Wina.
Aku
datang ke acara wisuda bersama orang tuaku. Dan Yudha akan menyusul nanti. Aku
berjanji pada Wina bahwa aku akan memperkenalkan Yudha kepadanya. Aku sudah
tidak sabar menunggu kedatangan Yudha.
“Mana
sih Re, pacar lo?” Tanya Wina tak sabaran.
“Ih sabar
dong Win. Sebentar lagi juga datang
kok.” Kataku sambil terus celingukan. Tak lama kemudian aku melihat Yudha
menghampiriku sambil tersenyum.
“Eh itu
pacar gue.” Kataku sambil menunjuk ke arah Yudha. Sementara Yudha terus
menghampiriku.
“Itukan
Angga. Itu Angga yang gue ceritakan ke elo. Itu orang yang gue sukai.” Kata
Wina tak percaya.
“Hai.
Lho kamu kan Wina. Kamu temannya Renata ya. Selamat ya kalian sudah wisuda.
Sudah jadi sarjana.” Kata Yudha sambil menjabat tanganku dan tangan Wina.
“Tunggu.
Kamu ini Angga atau Yudha sih?” Tanya Wina.
“Namaku
Angga Prayudha. Aku belum pernah menceritakannya pada kalian ya. Maaf.” Kata
Yudha masih tetap dengan muka yang tersenyum.
Mengetahui
bahwa orang yang dia cintai adalah pacarku, Wina tertunduk. Aku bisa melihat
matanya berkaca-kaca. Aku pun merasakan apa yang Wina rasakan. Dan aku sungguh
tak menyangka bahwa aku dan Wina mempunyai cinta yang sama.
Aku tak
dapat menyalahkan Wina ataupun Yudha. Karena aku tau Yudha tidak selingkuh. Aku
tahu Yudha hanya berteman dengan Wina namun dengan nama yang berbeda. Dan aku
menganggapnya wajar jika Wina mencintai sosok Yudha yang selama ini diketahui
olehnya adalah Angga.
Sejak
saat itu, aku merasakan ada yang berbeda dari sikap Wina kepadaku. Aku merasa
Wina canggung kepadaku. Aku sengaja tidak memberi tahukan kepada Yudha bahwa
Wina menyukainya. Yah, karena inilah permintaan Wina. Akupun pernah bermaksud
untuk mengakhiri hubunganku dengan Yudha, namun Wina melarangku. Wina tidak mau
menjadikan dirinya sebagai alasan berakhirnya hubunganku dengan Yudha.
Wina
sungguh baik. Dia tidak pernah marah kepadaku walaupun orang yang dia sayangi
adalah kekasihku. Bahkan dia bertekad akan ikut mempertahankan hubunganku
dengan Yudha. Dia hebat, dia rela menghancurkan hatinya sendiri untuk
kebahagiaan orang yang dia sayangi. Aku tau dan aku merasakan hatinya hancur
ketika melihat aku jalan berdua dengan Yudha. Maafkan aku Wina.
0 komentar:
Posting Komentar