“Lo tahun baru mau kemana, Vir?” Tanya Rena padaku.
“Entahlah.
Mungkin Papaku ngajakin ke tempat bersalju untuk menghabiskan bulan pertama di
tahun baru disana.” Jawabku singkat.
Sesungguhnya
aku malas mengikuti papaku untuk ke Eropa. Menghabiskan malam tahun baru di
tempat dingin yang suhunya hanya beberapa derajat bahkan minus itu membosankan
bagiku. Bagi gadis usia 18 tahun yang cinta fashion ini. Apalagi harus memakai
baju tebal dan penutup kepala agar telingaku terlindung dari dingin ketika
keluar rumah. Tapi kalau tidak ikut ke Eropa, aku akan kehilangan kesempatan
belanja di sana.
“Papa
udah pulang ya, Ma?” tanyaku pada mama saat aku sampai di rumah.
“Sudah.
Tuh Papa nungguin kamu. Katanya mau bilang sesuatu padamu.” Kata Mama sambil
tersenyum manis.
Aku
hanya nyengir lihat senyum Mama. Kemudian aku berlalu dan menemui Papa. Saat
melihatku Papa pun tersenyum padaku. Aku sungguh bingung dengan semua ini. Ada
apa ini?
“Siapkan
barangmu. Besok kita akan berangkat.” Kata Papa.
“Papa,
aku di rumah saja ya. Aku ingin merayakan tahun baru bersama teman-teman
kampus” kataku memelas.
“Sayang
sekali. Padahal tiket pesawat ke Korea sudah Papa beli.”
“Tunggu!
Ke Korea? Aku ikut Pa. aku siap-siap dulu.” Kataku sambil berlari menuju kamar.
Aku
bersama kedua orang tuaku sudah tiba di salah satu bandara di Korea. Namun
terburu-buru aku pergi ke toilet. Aku merasa ada yang tidak beres dengan
perutku. Aku segera masuk toilet untuk menyelesaikan urusan perut.
Setelah
beres, aku berlari keluar bandara untuk menemui orang tuaku yang sedang
menungguku di luar bandara. Namun di tengah perjalanan aku menabrak seorang
pemuda Korea yang tampan menurutku. Wajahnya mirip Lee Min Ho.
“I’m sorry. I don’t mean” kataku.
“I’m sorry. I don’t mean” kataku.
“No
problem. Are you Indonesian people?” tanyanya
padaku sambil memperhatikan wajahku. Aku canggung dipandangi orang seperti itu.
“Yes.”
Jawabku singkat.
“Aku
juga dari Indonesia. Mamaku orang Indonesia. Tapi aku tinggal di Korea bersama
Papa dan Mamaku. Namaku January. Siapa namamu?” katanya sambil mengulurkan
tangan dan tersenyum.
“Nama
yang unik. Namaku Vira.” Kataku sambil menerima jabatan tangannya. Tubuhku
serasa bergetar ketika tangan kami bersentuhan.
“Aku
lahir di bulan Januari. Papaku yang memberi nama itu.” Katanya.
Setelah
pertemuan itu, kami sering bertemu. Kami juga merayakan malam tahun baru
bersama di sebuah tempat yang terkenal di Korea. Sejak malam itu aku merasa ada
yang aneh padaku. Aku merasa bahagia. Belum pernah aku sebahagia ini.
Aku dan
January semakin dekat. Aku merasa bahwa dia juga mencintaiku. Dia begitu
perhatian dan baik terhadapku. Hampir setiap hari kita bertemu. Semakin hari
rasanya aku semakin menyukai January.
Malam
itu January mengajakku kencan. Aku berdandan agar terlihat cantik malam itu di
hadapan January. Aku ingin menjadi wanita paling cantik dalam restoran itu.
January menggandengku masuk ke dalam restoran itu. Kemudian dia menyediakan aku
kursi untuk aku duduki. Aku serasa menjadi princess malam itu.
“Em… Vira, aku mencintaimu. Apakah kamu juga mencintaiku?” kata January tanpa berbasa-basi.
“Em… Vira, aku mencintaimu. Apakah kamu juga mencintaiku?” kata January tanpa berbasa-basi.
“January,
aku juga mencintaimu. Aku mencintaimu saat aku menabrakmu di bandara dulu.
Sejak saat itu aku merasa ada yang berbeda dariku. Aku merasakan ada getaran
yang amat kencang saat aku bersamamu. Terlebih saat kamu menatap mataku.”
Kemudian
January mencium punggung tanganku. Mungkin aku adalah perempuan yang paling
bahagia di dunia malam itu. Namun, aku bingung. January sudah mengutarakan
perasaannya padaku. Tapi dia tidak memintaku untuk menjadi kekasihnya.
Hari
itu adalah hari akhir di bulan Januari. Dan hari terakhirku di Korea. Sejak
kejadian malam itu, January tidak pernah mendatangiku. Aku juga tidak pernah
melihat sosoknya saat aku berjalan-jalan atau berbelanja. Aku ingin sekali
berpamitan dengannya. Tapi aku tidak pernah lagi melihatnya.
Saat
dalam pesawat, aku berpikir bahwa January adalah kado tahun baru dari Tuhan
untukku. Yah, hanya kado tahun baru. Hanya kado untuk bulan Januari. Bukan
bulan-bulan lainnya. Dia datang di bulan Januari dan dia pergi setelah bulan
Januari habis. Pantaslah jika namanya January.
Aku
mencintai January. Namun aku tidak sedih saat aku harus berpisah dengannya. Aku
tidak tahu kenapa semua bisa terjadi. Tapi aku masih mencintainya dengan kesungguhan
hati. Selamat tinggal January dan Januari.
0 komentar:
Posting Komentar